Waria: Kehidupan Wanita Transgender Indonesia

 Waria: Kehidupan Wanita Transgender Indonesia

Di metropolitan yang beragam yang membentuk Indonesia, budaya ekspresi gender tidak berbeda. Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, dan merupakan rumah bagi para wanita waria yang komunitasnya wanita transgender yang kaya dengan sejarah dan tradisinya sendiri.


Memahami waria

Meskipun tidak dapat dibandingkan dengan lingkungan budaya perempuan transgender di belahan bumi barat, waria Indonesia adalah komunitas yang sangat khusus. Deskripsi waria yang lebih umum sering dianggap sebagai "jiwa wanita dalam tubuh pria," sebuah konsep di mana aspek kedua gender hidup berdampingan. Istilah itu sendiri adalah portmanteau yang menggabungkan kata dalam bahasa Indonesia untuk wanita dan pria.

Sementara beberapa waria menjalani operasi penggantian kelamin penuh dalam transisi dari laki-laki ke perempuan, yang lain mempertahankan tubuh laki-laki mereka dan menyatakan atau mengidentifikasi sebagai perempuan. Menghuni ketidakstabilan antara gender, tubuh, dan identitas pribadi adalah bagian penting dari budaya waria. Terlepas dari kebanggaan mereka sendiri terhadap peran gender yang tidak dikonfirmasi dan keberadaan mereka yang lama dalam budaya Indonesia, waria sering disalahpahami oleh massa.


Waria dalam masyarakat Indonesia

Indonesia memiliki sejarah panjang dan rumit dalam hal toleransi dan penerimaan waria. Etnolog Spanyol Miguel Covarrubias mengungkapkan keterkejutannya setelah menemukan komunitas transgender di Bali pada tahun 1937, bahkan sebelum istilah itu diciptakan. Cerita lebih lanjut tentang waria berasal dari sejarah Indonesia. Orang Bugis di Sulawesi, misalnya, selalu percaya bahwa ada lima jenis kelamin: cis laki-laki dan perempuan, trans laki-laki dan perempuan, dan genderqueer atau non-biner. Masing-masing diyakini sebagai bagian integral dari komunitas yang harmonis dan sering dicari para pemimpin lokal yang bekerja sebagai pendeta, dukun, dan perantara. Dalam masyarakat Indonesia kontemporer, tidak mengherankan juga jika waria bekerja di salon atau bahkan bernyanyi di pesta pernikahan.

Meskipun ada penerimaan yang jelas, para waria terus berjuang melawan kekerasan dan diskriminasi terhadap komunitas mereka. Sementara waria terlihat setiap hari di televisi nasional dan di jalan-jalan banyak kota, sebagian besar harus menjalani kehidupan tersembunyi dan berbahaya di gang-gang belakang desa dan kota di seluruh negeri. Hidup mereka sering ditentukan oleh lotere lokasi, di mana mereka dapat hidup baik dalam perayaan atau kecaman.


Diskriminasi

Laporan lokal menunjukkan bahwa serangan terhadap individu waria dan pertemuan komunitas terus meningkat. Meskipun pengaruh sosial mereka sangat dalam, waria masih dianggap memalukan bagi keluarga di komunitas yang kurang toleran di Indonesia. Rasa malu ini muncul ketika para waria diasingkan oleh keluarganya, dilakukan sebagai orang buangan, dan sering dipaksa menjadi pelacur. Untuk setiap waria yang mengalami penerimaan, ada lebih banyak yang melarat. Cerita tentang ditelanjangi, kepalanya dicukur, dan dikejar serta dipukuli adalah lebih umum daripada yang merayakan pengaruh budaya mereka.


Hak waria

Terlepas dari meningkatnya tindakan diskriminasi, waria bukanlah anggota masyarakat yang tidak terlihat dengan cara apa pun. Ikon waria terkemuka seperti Dorce Gamalama terlihat menjadi pembawa acara bincang-bincang, akting, dan nyanyian di televisi, sementara individu seperti Mama Yuli, yang menjadi waria pertama yang mendapatkan gelar master di bidang hukum, berada di garis depan dalam lobi nasional untuk kesetaraan. Sebagian besar kota modern seperti Jakarta , Denpasar , dan Yogyakarta memiliki bar dan kabaret yang dikemas setiap malam dengan kerumunan orang yang menunggu untuk melihat pertunjukan waria favorit mereka. Sebuah rumah jompo dan bahkan masjid untuk waria telah dibangun, melawan pengawasan dan serangan balik dalam upaya memberikan dukungan seluruh masyarakat.

Comments